Mengapakah pada saat-saat beribadah kepada Allah, kita sering tidak merasakan kekhusyukan, apalagi sampai dapat menitikkan air mata, sehingga hampir tidak pernah terasakan lagi lezat dan nikmatnya menghadap Allah?
Ternyata semua itu berpangkal dari hati yang kesat dan kotor. Di dalam hati yang demikian memang tak akan pernah bersemayam nuur (cahaya) iman yang sesungguhnya.
Akibat lain dari memiliki hati yang busuk, kusam, kusut, dan kotor adalah tidak akan pernah mampu kita melahirkan kalimat-kalimat lisan yang benar dan bermutu. Tiap-tiap kalimat yang keluar dari lisan, kata Syeikh Ibnu Atha’illah, pastilah membawa corak bentuk hati yang mengeluarkannya. Betapa tidak? Hati itu bisa diibaratkan dengan teko. Teko hanya mengeluarkan isinya. Bila ia berisi air kopi, maka yang keluarpun pastilah air kopi. Demikian pula jika isinya air bening, maka yang keluar pun pastilah air bening,
Lidah memang tak bertulang. Mengeluarkan kata-kata yang bagimanapun dari lisan sungguh termat mudahnya. Akan tetapi, apa dampaknya dan bagaimana akibatnya, itulah yang sering tidak terpikirkan. Sepatah kata yang terucap sama sekali tidak akan membuat tubuh seseorang terluka, namun siapa yang tahu kalau justru hatinya yang tersayat-sayat. Atau sebaliknya, sepatah kata yang terucap, justru malah menjadi penyebab si pengucapnya mendapat celaka ataupun selamat, baik ketika di dunia maupun di akhirat kelak. Rasulullah saw bersabda, “setiap ucapan Bani Adam itu membahayakan dirinya (bukan memberi manfaat), kecuali kata-kata berupa amar ma’ruf nahi munkar dan Dzikrullah ‘Azza wa Jalla!” (HR Trimidzi)
Apalagi balasan yang akan menimpa kita di akhirat kelak sebagai akibat terpelihara atau tidaknya lisan. “Barang siapa yang memelihara apa yang ada di antara janggutnya (yakni lisannya) dan apa yang ada di antara kedua pahanya (yakni farjinya) karena aku, “ sabda Rosulullah, “niscaya akan kujamin dia masuk surga” (HR Bukhari). Sesungguhnyalah, “Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah dua lubang, yaitu mulut dan farji” (HR Tirmidzi).
Dengan demikian, hendaknya kita selalu berhati-hati dengan lisan. Setiap kata yang hendak diucapkan hendaknya terlebih dahulu dipikirkan masak-masak. Sekiranya kata-kata yang akan terucapkan itu tidak ada manfaatnya, sebaiknya kita memilih diam. Rosulullah saw bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia mengucapkan kata-kata yang baik atau diam” (HR Bukhari Muslim)
Hati yang selamat, Subbanallah, siapapun pasti merindukannya. Hati yang selamat tidak ahanya akan menyelamatkannya di dunia, tetapi juga di yaumil hisab nanti. Yakni, “Yauma laa yanfa’u maalun walaa banuun, illaa man atallaaha bi qalbin saliim” (QS Asy Syu’ara [26] : 88-89). Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak lagi bermanfaat, kecuali hati yang selamat!
**Dari Buku Bening Hati KH Abdullah Gymnastiar oleh Basyar Isya
gambar sekadar hiasan
No comments:
Post a Comment